Rabu, 25 Maret 2015

Imam pertama



                Keriuhan ayam dalam menyambut kedatangan pagi, saling serang dan saling tindih-menindihkan kerasnya suara kukuruyuk. Aku pernah mendapat pedoman, bangunlah sepagi mungkin biar rejekimu tidak keburu di makan ayam. Aku sangat percaya hal yang dulu pernah di sampaikan orang tuaku itu. namun kali ini aku tidak sedang mencari rejeki, namun aku bangun sepagi mungkin karena hari ini aku ada Ujian Tengah Semester hari pertama. Ya setelah tujuh minggu menimbun setiap ilmu yang di siramkan ke otaku yang semakin tumbuh ini, kini saat otak itu di tes kemampuannya. Apakah si otak bisa mengeluarkan semua yang pernah di dapatkannya- ataukah ilmu itu Cuma numpang lewat. Seperti halnya masuk dari telinga kanan terus keluar dari telinga kiri.
                Embun pagi yang terkurung oleh polusi dari kenalpot kendaraan. Menyisakan udara yang pengap. Bersama sepeda yang aku kayuh ini. Akupun terkurung oleh hafalan materi yang tadi malam terus aku baca berulang-ulang. Menyisakan rasa pening di kepala ini. Karena waktu tidurku juga berkurang. Keringat yang mulai menetes, membekas di baju. Semoga kerja kerasku selama ini dalam memahami setiap materi dapat memberikan bekas yang berupa nilai yang memuaskan. Senyuman security yang menerpa di gerbang kampus. Secara tidak langsung memberikan semangat tambahan dalam Ujian Tengah Semester hari pertama ini, lebih dari itu senyuman juga berarti memberikanku dorongan agar bisa tetap tenang mengerjakan soal-soal nantinya. Setelah sepeda kuparkir, berjalan dengah langkah yang mantap aku menuju ruangan tempat ujian. Untung ruanganku berada di lantai bawah, jadi aku tidak perlu melangkahi satu demi satu tangga.

                                                                                                #
                Hari kedua Ujian Tenghah Semester. Semua kisi-kisi yang sudah di berikan oleh para dosen memang sebagian besar sudah aku pahami. Hari ini ada tiga mata kuliah yang di ujikan yang harus aku hadapi. Sebenarnya aku tidak terlalu keberatan. Jangankan tiga, sekalipun harus melakukan ujian 5 mata kuliah dalam seharipun aku pasti masih bisa menghadapinya. Namun di hari kedua Ujian Tengah Semester ini masalahnya bukan itu, tapi ada mata kuliah yang jadwal ujiannya benturan. Iya entah ini aku yang salah apa memang dari pihak kampus yang kurang benar. Akupun sudah berusaha dengan menanyakan keberatanku ini kepada beberapa pihak. Pertama aku menanyakan kepada dosen Bahasa Inggris “Bu, jadwal UTS bahasa inggris itu waktunya bersamaan dengan jadwal mata kuliah Hukum kewarisan, terus gimana bu?”. Pertanya itu aku sampaikan di hari terakhir dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Dan dengan suara tegas beliau menjawab “terserah kamu mau mengikuti ujian bahasa inggris apa mau mengikuti ujian hukum kewarisan, tapi yang pasti , disini tidak ada ujian ulang, jadi jika tidak mengikuti ujian, nanti ya nilainya kosong”. Itu mungkin jawaban yang tegas buat ibu dosen itu, tapi buat aku itu adalah jawaban penumbuh rasa dilema. Jadi gini nih jadwal ujian yang harus aku jalani di hari kedua Ujian Tengah Semester ini. Jam 07.30 sampai jam 09.00 Mata Kuliah Bahasa Inggris di gedung Bahasa lantai 4 . Kedua jam 08.30 sampai jam 09.00 Hukum kewarisan di fakultas syariah dan hukum lantai 1. Ketiga jam 09.30 sampai 10.30 mata kuliah hukum perkawinan fakultas syariah dan hukum lantai 2. Jadi dari pukul 07.30 sampai 10.30 harus aku diharuskan menjalankan tiga mata kuliah di ruang yang berbeda. Sebenarnya itu tidak masalah, tapi disini masalahnya adalah waktu ujian bahasa inggis dengan waktu ujian hukum kewarisan hanya berselisih 30 menit. Itu artinya jika aku tidak ingin ada nilai yang kosong aku harus mengerjakan soal bahasa inggris hanya dengan waktu 30 menit, kemudian langsung lari dari gedung bahasa menuju gedung fakultas syariah dan hukum untuk mengikuti ujian mata kuliah hukum kewarisan.
                Setelah selesai menjalani hari ujian tengah semester di hari kedua dengan keruwetan dan ketidak fokusan. Akupun mendapatkan jawaban kenapa jadwal ujian mata kuliah bahasa inggris dengan jadwal mata kuliah hukum kewarisan hanya berselisih 30 menit. Aku mendapat jawaban dari dosen mata kuliah hukum kewarisan yaitu Drs. Riyanta M.Hum. setelah selesai mengerjakan ujian mata kuliah hukum kewarisan kebetulan beliau menjadi pengawas ujian pada waktu itu. sambil meminta tanda tangan sebagai bukti kehadiran aku bertanya “Pak jadwalnya kok bisa benturan sama mata kuliah bahasa inggris?” pertanyaan yang aku sodorkan bersamaan dengan kertas KRS yang akan beliau tanda tangani. Sambil menandatangi KRS beliau menjawab “Mata kuliah bahasa inggris kan semester 2 sementara mata kuliah hukum kewarisan kan mata kuliah semester 4” selesai menandatangani kertas KRS beliau melanjutkan penjelasannya “makanya dulu pada saat pengisian KRS kamu tidak usah ngambil mata kuliah yang atas dulu, kamu kan mahasiswa semester dua, jadi ya ngambilnya mata kuliah yang ada di semester dua dulu”. Mendengar penjelasan beliau aku hanya bisa ngangguk-ngangguk sambil menyalami beliau dan pamit pergi. Sambil meninggalkan ruang ujian hatiku berkata “entahlah siapa yang salah,

                                                                                                #

               

Cinta dan Ilmu

Aku teringat, masih jelas. Ketika banyak mahasiswa yang mampu menghafal materi yang diberikan oleh sang dosen pada hari ini. bahkan ketika di hari berikutnya sang dosen memberikan materi baru dengan sangat mudah para mahasiswapun mampu untuk menghafal materi yang diberikan dengan baik. Barulah ketika tiba ujian tengah semester, soal-soalnya di ambil dari materi-materi yang pernah di sampaikan. Dan sang dosen terkejut ketika melihat hasil pekerjaan para mahasiswanya. Karena hampir secara umum nilainya di bawah rata-rata. Keterkejutan sang dosen bertambah parah ketika ia mengingat dulu ketika ia menyampaikan materi kepada mahasiswanya, hampir semua mahasiswa bisa menghafal materi yang diberikan dengan baik. Ketika di akhir pembelajaran satu persatu mahasiswa di kasih pertanyaan, semuanya pasti bisa menjawabnya dengan benar. Namun entah mengapa hasil ujian tengah semester ini justru sangat mengecewakan. Dari kejadian itu aku bisa menyimpulkan bahwa ilmu itu seperti cinta. Bukan di hafalkan tapi di pahami.

Trio Kucing





Agungnya bulan di malam hari. Memberikan cahaya yang maha dasyat di antara jutaan bintang yang mengitarinya. Tanpa jenuh dan tanpa lelah sang bulan terus menerangi gelapnya malam walau terkadang ia harus sendirian karena tak jarang para bintang tertutup oleh pekatnya awan. Bahkan di saat para bintang bertebaran di sekitarnya, sang bulan pun tetap terlihat paling perkasa memancarkan indahnya sinar penerang malam. Andai saja sang bulan bisa berbicara ia mungkin akan berucap “Di dalam keramaian aku masih merasakan kesepian”. Itulah yang aku alami saat ini. Di dalam keramaian kantin bawah tanah yang ada di kampusku ini, aku duduk di satu kursi yang di hadapkan dengan satu meja besar. Sebenarnya satu meja di kelilingi oleh empat sampai sepuluh kursi. Karena saat ini aku sendirian jadi aku memilih meja yang paling kecil yang hanya dikelilingi oleh empat kursi saja. Rasa kesepian ini semakin terasa berat untuk kujunjung di saat meja-meja yang lain kursinya selalu ada penghuninya. Meja yang di kelilingi percakapan ,perdebatan, diskusi yang di lakukan para mahasiswa yang sedang bermesraan dengan pasangannya, mahasiswa yang sedang berkumpul dengan organisasinya dan para dosen yang sekedar mengistirahatkan raga dan jiwanya dari aktifitas pengajaran.
                Teh botol dingin yang ku beli terus meneteskan embun tipis. Membasahi meja yang memberikan bekas. Seperti halnya kesendirian ini, terus melunturkan rasa senang yang coba aku tampakan lewat mimik mukaku. Makanan yang aku bawa dari rumah aku keluarkan dari tas. Ya hampir tiap hari aku selalu membawa makanan sendiri dari rumah. Ini membuat aku sering teringat dengan sahabat lamaku sewaktu SMK dulu. Namanya burhan, ia adalah teman sekelasku sewaktu SMK. Ia dulu setiap hari selalu membawa makanan dari rumah, makanan yang di bungkus dengan daun pisang. Karena aku memang tau sebelum berangkan ia memang selalu memabantu ibunya berjualan nasi di samping pabrik yang tak jauh dari rumahnya. Aku tau itu, tapi waktu itu hampir setiap pagi ketika kita sarapan bareng aku selalu berkata “kamu gak malu membawa gituan dari rumah, ini kan di warung makan, kenapa gak memesan makan disini?”. Ia tidak pernah membalas perkataanku itu. karena ia hanya membalas dengan senyuman khasnya. Dan kini setelah hampir satu tahun, aku melakukan yang dulu ia lakukan. Walaupun aku tidak memakai daun pisan sebagai pembungkusnya, tapi karena disini adalah kantin yang tidak pernah sepi menjadikan rasa malu sering menemaniku. Bahkan dulu di awal-awal aku pernah di tegur oleh salah satu pelayan. Ketika salah seorang pelayan mengambil piring kotor di meja sebelahku dan dia melihat aku membawa makanan dari rumah sang pelayan langsung menegur “maaf mas, disini tidak boleh membawa makanan dari rumah, karena yang ngantri juga banyak mas”. Karena waktu itu aku dibilang masih mahasiswa baru, sambil menundukan kepala aku langsung mengemas makanan yang belum aku habiskan lalu kemudian pergi begitu saja. Namun kini aku sudah punya idea yang selalu aku pake supaya pelayan tidak bisa menegurku lagi. Cara yang ku pakai adalah dengan membeli teh botoh yang terlihat mahal padahal harganya tiga ribu. Kenapa aku memilih teh botol? Padahal disitu juga ada mizon dan aqua. Kalau membeli mizon atau aqua ada kemungkinan itu juga membawa dari rumah. Tapi kalau yang kubeli adalah teh botoh sudah pasti tidak mungkin itu di bawa dari rumah.